Resistensi Siswa dalam Pembelajaran Sosiologi di SMA: Studi Tentang Agensi dan Makna Belajar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menggali bentuk-bentuk resistensi siswa dalam pembelajaran sosiologi di SMA dan bagaimana siswa memaknai pengalaman belajar tersebut. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam dengan siswa dan guru. Penelitian ini menganalisis temuan menggunakan tiga teori utama: teori agensi dari Emirbayer dan Mische (1998), teori hidden transcript dari Scott (1990), dan teori resistensi kultural dari Paul Willis (1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa resistensi siswa muncul dalam tiga bentuk utama: pasif, ekspresif, dan simbolik. Resistensi pasif terlihat ketika siswa hadir secara fisik di kelas tetapi tidak terlibat secara mental, misalnya dengan bermain ponsel atau tidak merespons guru. Resistensi ekspresif muncul dalam kritik verbal siswa terhadap materi atau metode pembelajaran yang mereka anggap tidak relevan dengan kehidupan mereka. Sementara itu, resistensi simbolik terlihat ketika siswa memilih untuk tidak mengerjakan tugas atau mengerjakannya dengan asal-asalan sebagai bentuk protes terhadap sistem pengajaran yang dirasa tidak adil. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa resistensi siswa bukan sekadar bentuk kenakalan atau kurang motivasi, tetapi merupakan ekspresi agensi yang muncul sebagai respons terhadap ketidaksesuaian antara struktur pendidikan dan pengalaman sosial mereka. Penelitian ini menyarankan pentingnya pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual, partisipatif, dan reflektif untuk memberikan ruang bagi suara siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Temuan ini juga dapat menjadi masukan penting dalam perumusan kebijakan pendidikan, khususnya dalam pengembangan kurikulum yang lebih responsif terhadap pengalaman dan kebutuhan siswa.